menu scrool dwon

Saturday, June 29, 2024

MAKALAH KE -NW -AN

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

a.Latar Belakang

Kelestarian serta kesinambungan kehidupan sesuatu organisasi sangat ditentukan oleh berapa banyak kader-kader  penerus organisasi tersebut yang memahami dan menghayati dengan sungguh khittah perjuangan organisasinya serta menghayati makna dan hakekat perjuangan yang diemban oleh organisasi tersebut.

Loyalitas, aktivitas serta kwalitas pengabdian yang diberikan dan ditunjukkan para kader, akan memberikan dampak kepada keutuhan eksistensi organisasi tersebut di tengah-tengah masyarakat.

Berangkat dari hal tersebut, maka dalam upaya meneruskan kader-kader penerus perjuangan Nahdlatul Wathan yang memiliki dedikasi dan militansi tinggi serta wawasan dan pemahaman utuh tentang Nahdlatul Wathan, mutlak perlu ditanamkan jiwa dan semangat Nahdlatul Wathan kepada segenap pelajar, mahasiswa dan seluruh generasi penerus.

Jadi jelaslah bahwa dalam meletakkan dasar-dasar keyakinan akan kebenaran perjuangan Nahdlatul Wathan dikalangan pelajar, mahasiswa dan Nahdlatul Wathan dipandang perlu untuk lebih dini membentengi mereka dari rong-rongan dari berbagai macam faham dan pendapat serta idiologi luar yang diakhir-akhir ini makin deras mengalir sejalan dengan makin banyaknya pendapat dan faham baik yang bersifat perorangan maupun kelompok yang berkembang dewasa ini.

Sebagai langkah awal dan merupakan salah satu upaya yang harus ditempuh dan dilakukan adalah memberikan pelajaran ke-NW-an dengan maksud agar setiap pelajar dan mahasiswa Nahdlatul Wathan tumbuh dan berkembang dengan identitas, keyakinan dan keperibadian Nahdlatul Wathan dimanapun ia berada. Sebab dalam keperibadiannya yang terbentuk sejak awal itu terkandung dan tercermin ajaran-ajaran dan nilai-nilai Islam Ahlussunnah wl Jama’ah a’la Mazhabil Imamisyi Syafi’i r.a.

Sesuai dengan cita-cita pendiri Nahdlatul Wathan setiap warga Nahdlatul Wathan dituntut untuk untuk menghayati dan mengamalkan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah a’la Mazhabil Imamisy Syafi’I r.a, maka keperibadian setiap warga Nahdlatul Wathan hendaklah berisi keyakinan akan kebenaran perjuangan Nahdlatul Wathan yang bermuara pada iman dan taqwa.

Keyakinan di sini adalah keyakinan yang menjadi bagian dari keperibadian, bukan keyakinan yang hanya diucapkan dengan lisan saja.

Untuk itulah, maka pelajaran ke-NW-an disamping diberikan di madrasah-madrasah/sekolah-sekolah Nahdlatul Wathan, juga hendaknya ditanamkan di dalam jiwa anak sejak dari keluarga, agar mereka menjadi kader-kader penerus yang setia dan memiliki loyalitas tinggi kepada organisasi dan pendirinya dan berjuang dengan jiwa ikhlas dan istiqamah.   

Terwujudnya sikap dan perilaku seperti seperti inilah yang dituju serta yang diharapkan oleh amanat Muktamar Nahdlatul wathan ke-VIII yang disampaikan oleh pendiri Nahdlatul Wathan sebagai Ro’is ‘Am Dewan Mustasyar PB NW dan juga menjadi keputusan Muktamar Nahdlatul Wathan ke-VIII yaitu”menanamkan doktrin Ahlussunnah wal Jama’ah dalam aqidah dan Mazhab syafi’i dalam Fiqih” kepada warga Nahdlatul wathan dan kaum muslimin pada umumnya dengan salah satu jalur yaitu, pelajaran ke-NW-an pada semua lembaga pendidikan Nahdlatul Wathan dari Taman Kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi, dan mengusahakan adanya buku pedoman pelajaran ke-NW-an untuk masing-masing tingkat.

b. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari Ahlussunnah wal Jama’ah?

2. Bagaimana perkembangan Ahlussunnah wal Jama’ah dari masa ke masa?

3. Apa saja pokok-pokok I’tihad kaum Ahlussunnah wal jama’ah?

4. Mengapa Nahdlatul Wathan menganut faham Ahlussunnah wal Jama’ah ‘ala Mazhabil Imamisy Syafi’I radiyallahu ‘anhu?

c. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian Ahlussunnah wal Jama’ah

2. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan Ahlussunnah wal Jama’ah dari masa ke masa

3. Untuk mengetahui I’tihad kaum Ahlussunnah wal Jama’ah

4. Untuk mengetahui mengapa Nahdlatul Wathan menganut faham Ahlussunnah wal jama’ah ‘ala Mazhabil imamisy Syafi’I radiyallahu ‘anhu

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

1.Pengertian Ahlussunnah Wal Jama’ah

“Ahlussunnah” berarti penganut sunnah Nabi Muhammad saw. “Wal Jama’ah” berarti penganut I’tiqad jama’ah sahabat Nabi.

Kaum Ahlussunnah Wal Jama’ah adalah kaum yang menganut I’tiqad yang dianut Nabi Muhammad saw. dan para sahabat beliau.

I’tiqad Nabi dan para sahabat itu sudah termakruh dalam Al-qur’an dan sunnah Rasul secara terpencar belum tersusun secara rapi dan teratur. I’tiqad itu kemudian dihimpun dan dirumuskan dengan rapi oleh seirang ulama’ besar dibidang ushuluddin, yaitu Iman Abul Hasan ‘Ali Al Asy’ari. Ulama’ besar ini dilahirkan di kota Bashrah, Iraq dan tahun260 H/873 M, dan meninggal dunia di kota itu juga pada tahun 324 H/935 M, dalam usia 64 tahun.

Karena I’tiqad Ahlussunnah wal Jama’ah ini dihimpun dan dirumuskan oleh Imam Abul Hasan ‘Ali Al Asy’ari maka ada yang menyebut kaum Ahlussunnah wal Jama’ah dengan “Al Asy’ariah”, jama’ dari Asy’ari, yaitu pengikut-pengikut Iman Abul Hasan ‘ Ali Al Asy’ari.

Ada juga dijumpai perkataan “Sunni” kependekan Ahlussunnah wal Jama’ah. Orang-orangnya disebut “Sunniyun”.

Adapun tokoh kedua dari I’tiqad Ahlussunnah wal Jama’ah ialah Abu manshur Al Maturidi. Faham dan I’tiqadnya sama atau hamper sama dengan faham lahir di desa Maturid, Smarqand (termasuk daerah Uzbekistan Soviet sekarang) kira-kira pada pertengahan abad ke-3 H dan meninggal di Samarqand tahun 332 H/944 M, 9 tahun sesudah wafatnya Imam Abul Hasan ‘Ali Al Asy’ari.

Kedua tokoh tersebut di atas adalah sebagai penggali, perumus, penyiar sekaligus mempertahankan apa yang sudah termaktub dalam Al-qur’an dan Hadist, dan sudah dii’tiqadkan oleh Nabi Muhammad saw, serta sahabat-sahabat beliau.

Dalam kitab “Ithafu Sadatil Muttaqin” yang dikarang oleh Imam Muhammad bin Muhammad Al Husni Az Zabidi, yaitu syarahkitab “Ihya Ulumuddin” karangan imam Gazali, ditegaskan sebagai berikut:

“Apabila disebut kaum Ahlussunnah wal Jama’ah, maka maksudnya adalah orang-orang yang mengikuti rumusan (faham) Asy’ari dan faham Abu Manshur Al Maturidi.

2. Perkembangan Ahlussunnah wal Jama’ah dari Masa ke-Masa

            Didalam sejarah islam tercatatlah berbagai firqah atau golongan yang berfaham sangat bertentangan dengan I’tiqad Ahlussunnah wal Jama’ah hal ini sudah disinyalir oleh Nabi Muhammad saw. sabdanya:

            “Barang siapa yang masih hidup diantara kamu sesudahku, niscaya akan melihat perselisihan (faham) yang banyak. Ketika itu peganglah sunnahku dan sunnah khulafa’urrasyidin yang dianugerahi petunjuk. Pegang teguhlah itu dan gigitlah dengan gerahammu. (Hadits riwayat Ibnu Majah).

            Mengenai berbagai firqah yang bertentangan dengan Ahlussunnah wal Jama’ah telh dikabarkan oleh Nabi Muhammad saw. secara mu’jizat. Kabar itu tentu diterima dari Tuhan. Hadits Nabi mengatakan:

            “Demi Tuhan yang jiwa Muhammad berada dalam genggaman kekuasaan-Nya, akan berpecah belah umatku menjadi 73 firqah, satu masuk surge dan tujuh puluh dua masuk neraka”. Bertanya para sahabat : “Siapakah firqah (yang masuk surga) itu, ya Rasulullah ?”, Nabi menjawab : “Ahlussunnah wal Jama’ah” ( Hadits riwayat Imam Thabrani).

            Setelah Nabi Muhammad saw. Wafat muncullah firqah-firqah atau golongan-golongan yang sesat itu. Jumlahnya 72 firqah. Di dalam kitab “Bughyatul Mustarsyidin” karangan Mufti Syaikh Sayid Abdur rahman bin Muhammad bin Husain bin Umar yang terkenal dengan gelar “Ba-Alawi” ditegaskan bahwa 72 firqah yang sesat itu berpokok pada 7 firqah, yaitu :

1.     Kaum syi’ah, yaitu kaum yang berlebih-lebihan memuja Sayyidina Ali karramallahuwajhahu. Mereka tidak mengakui khalifah-khalifah Abu Bakar, Umar dan Utsman radiiyallahu ‘anhum. Kaum syi’ah kemudian berpecahmenjadi 22 aliran.

2.     Kaum Khawarij, yaitu kaum yang berlebih-lebihan membenci Sayyidina Ali. Firqah ini berfatwa bahwa orang-orang yang membuat dosa besar menjadi kafir. Kaum khawarij kemudian berpecah menjadi 20 aliran.

3.     Kaum Mu’tazilah, yaitu kaum yang berfaham bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat, bahwa manusia membuat pekerjaannya sendiri, bahwa Tuhan tidak bisa dilihat dengan mata dalam surge, bahwa orang yang mengerjakan dosa besar diletakkan di antara dua tempat, dan mi’raj Nabi Muhammad saw hanya dengan ruh saja, dan lain-lain. Kaum mu’tazilah berpecah menjadi 20 aliran.

4.     Kaum Murji’ah, yaitu kaum yang memfatwakan bahwa membuat ma’siat (kedurhakaan) tidak member mudarat kalau sudah beriman, sebagaimana halnya membuat kebajikan tidak member manfaat kalau kafir. Kaum Murji’ah berpecah menjadi 5 aliran.

5.     Kaum Najariyah, yaitu kaum yang memfatwakan bahwa perbuatan manusia adalah makhluk, yakni dijadika Tuhan, tetapi mereka berpendapat bahwa sifat Tuhan tidak ada. Kaum Najariyah pecah menjadi 3 aliran.

6.     Kaum Jabariyah, yaitu kaum yang memfatwakan bahwa manusia “majbur”, artinya tidak berdaya apa-apa. Kasab atau usaha tidak ada sama sekali. Kaum ini hanya satu aliran.

7.     Kaum Musyabbihah, yaitu kaum yang memfatwakan bahwa ada keserupaan Tuhan dengan manusia, umpamanya bertangan, berkaki, duduk di kursi, naik tangga, kaum ini hanya satu aliran saja.

Jadi, jumlahnya adalah 72 aliran.

Kalau ditambah dengan satu aliran lagi yaitu faham Ahlussunnah wal Jama’ah, maka cukuplah 73 firqah, sebagai yang diterangkan oleh Nabi Muhammad saw, dalam hadits yang diriwayatkan Imam Thabrani.

            Demikian kitab Bughyatul Mustarsyidin.

Adapun kaum qadariyah termasuk golongan kaum Mu’tazilah; kaum bhaiyah dan Ahmadiyah termasuk golongan kaum syi’ah; kaum Ibnu Taimiyah termasuk golongan kaum Musyabbihah; dan kaum Wahabi termasuk kaum pelaksana faham Ibnu Taimiyah.

Di tengah-tengah arus aneka macam golongan yang sesat lagi menyesatka itu, golongan Ahlussunnah wal Jama’ah tetap tegak dan tegar bagaikan karang ditengah samudera, apalagi setelah tampilnya dua Imam perumus, penyiar dan pembela I’tiqad Ahlussunnah wal Jama’ah pada akhir abad ke-3 H, yaitu Imam Abul Hasan Al Asy’ari dan Imam Abu Manshur Al Maturidi, beliau berdua sebagai pendekar ulama’ besar pada masanya tetap berdiri tegak membela ajaran-ajaran Rasulullah dan Sahabat-sahabat beliau, meluruskan I’tiqad yang menyeleweng yang dibuat-buat oleh berbaagai firqah yang sesat itu.

Munculnya kedua Imam besar pembela I’tiqad Ahlussunnah wal Jama’ah itu membawa angin segar dikalangan dunia Islam. Imam Abu Hasan Ali Asy’ari yang bermazhab Safi’I dibidang fiqih dan Imam Abu Manshur Al Maturidi yang bermazhab Hanafi dibidang fiqih pula, berdiri tegak dengan keyakinannya, membel I’tiqad Ahlussunnah wal Jama’ah denga gigih dan perkasa.

Imam Abul Hasan Al Asy’ari dalam menegakkan I’tiqad Ahlussunnah wal Jama’ah mempergunakan dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadits dan juga pertimbangan akal fikiran.

 Pada abad-abad berikutnya muncullah ulama’-ulama’ besar kaum Ahlussunnah wal Jama’ah yang menyebarluaskan fatwa Imam Abul Hasan Al Asy’ari, diantaranya:

1.     Imam Abu Bakar Al Qaffal (wafat 365 H)

2.     Imam Abu Ishaq Al Asfaraini (wafat 411 H)

3.     Imam Al Hafizh Al Baihaqi (wafat 458 H)

4.     Imamul Haramain Al Juwaini (wafat 460 H)

5.     Imam Al Qasim Al Qusyairi (wafat 465 H)

6.     Imam Al Baqillani (wafat 403 H)

7.     Imam Al Ghazali ( wafat 505 H)

8.     Imam Fahruddin Ar Razi (wafat 606 H)

9.     Imam Izzuddin bin Abdussalam (wafat 660 H)    

Kemudian pada abad-abad selanjutnya banyak muncul ulama’ pendekar, penyiar dan pembela faham Ahlussunnah wal Jama’ah di seluruh dunia islam, diantaranya :

1.     Syaikhul Islam Syaikh Abdullah Asy Syarqawi (wafat 1227 H) pengarang kitab Tauhid yang terkenal dengan nama Kitab Syarqawi.

2.     Syaikh Ibrahim Al Bajuri (wafat 1272 H), pengarang Kitab Tauhid “Tahqiqul Maqam fi Kifayatil ‘Awam” dan kitab “Tuhfatul Murid ‘Ala Jauharatit Tauhid”

3.     Al ‘Allamah Syaikh Muhammad Nawawi Banten, seorang ulama’ Indonesia yang mengarang kitab Tauhid “Tijanud Darari” (wafat 1315 H).

4.     Syaikh Zainal Abidin bin Muhammad Al Fathani yang mengarang kitab Tauhid bernama “Aqidatun Najin fi Ushuliddin”.

5.     Syaikh Husain bin Muhammad Al Jasar At Thalabisi pengarang kitab Tauhid “Hushunul Hamidiyah”. Dan lain-lain.

Sebagaimana hanya Imam Abul Hasan Al Asy’ari Imam Abu Manshur Al Maturidi juga sangat besar jasanya dalam menghimpun, merinci dan mempertahankan serta menyebarkan I’tiqad Ahlussunnah wal Jama’ah. Karena jasa yang demikian besar dari kedua Imam tersebut dalam menegakkan I’tiqad Ahlussunnah wal jama’ah, maka mereka disebut sebagai pembangun Mazhab Ahlussunnah wal Jama’ah.

Perlu diketahui bahwa pada umumnya dunia Islam menganggap bahwa yang benar dalam furu’ Syari’ah (fiqih) adalah fatwa Imam-Imam Hanafi, Maliki Syafi’I dan Hambali; dan dalam Ushuluddin yang benar dan sesuai dengan Alqur’an dan Al Hadits ialah apa yang dirumuskan oleh Imam Abul Hasan Al Asy’ari dan Imam Abu Manshur Al Maturidi.

Mayoritas kaum muslimin diseluruh dunia sampai sekarang ini adalah penganut dan pendukung faham Ahlussunnah wal Jama’ah dalam I’tiqad dan furu’syari’ah.

3. Pokok-pokok I’tiqad Kaum Ahlussunnah wal Jama’ah

1.     Iman ialah mengikrarkan dengan lisan dan membenarkan dengan hati. Iman yang       sempurna ialah mengikrarkan dengan lisan, membenarkan dengan hati dan mengerjakan dengan anggota.

2.     Tuhan itu ada, namanya Allah. Dan ada 99 nama Allah

3.     Tuhan mempunyai sifat banyak sekali, yang boleh disimpulkan perkataan : Tuhan mempunyai sifat-sifat Jalal (kebesaran), Jamal (keindahan) dan Kamal (kesempurnaan).

4.     Sifat yang wajib diketahui oleh sekalian mukmin yang baligh berakal adalah 20 sifat; 20 sifat yang wajib ada bagi-Nya dan mustahil (tidak mungkin) ada bagi-Nya.

5.     Sifat yang harus bagi Allah hanyalah satu yaitu Ia boleh memperbuat dan boleh pula tidak memperbuat.

6.     Wajib dipercayai bahwa Malaikat ada, mereka banyak. Tetapi yang wajib dipercayai secara terperinci hanyalah 10 orang saja.

7.     Wajib dipercayai adanya kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada Rasul-rasulNya untuk disampaikan kepada umamatnya. Kitab-kitab itu banyak, tetapi yang wajib diketahui secara terperinci adalah 4 :

1.     Kitab taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa a.s

2.     Kitab zabur yang diturunkan kapada Nabi Daud a.s

3.     Kitab Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa a.s

4.     Kitab Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw

8.     Kaum Akhlussunnah wal Jama’ah mempercayai sekalian Rasul-rasul yang diutus Allah kepada manusia, mereka banyak, ada yang diterangkan oleh Allah kepada kita dan ada pula yang tidak diterangkan. Tetapi yang wajib diketahui secara terperinci adalah 25 rasul yang dinyatakan dalam Al-Qur’an. Baika juga dijelaskan secara pendek perbedaan antara Nabi dan Rasul. Nabi ialah orang yang diberi wahyu oleh Tuhan, tetapi tidak disuruh untuk menyampaikan wahyu itu kepada manusia, sedang Rasul ialah Nabi yang diberi wahyu oleh Tuhan dan ia diperintahkan untuk menyampaikan wahyu itu kepada manusia. Jadi, seorang Nabi belum tentu menjadi Rasul, tetapi seorang Rasul mesti menjadi Nabi lebih dahulu. 25 orang ini adalah Nabi dan juga Rasul menurut faham kaum Akhlussunnah wal Jama’ah.

9.     Setiap orang islam wajib mempercayai adanya hari akhirat.

10.  Kaum Akhlussunnah wal Jama’ah mempercayai adanya Qadla dan Qadar yaitu takdir ilahi.

11.  Tuhan bersama nama-Nya dan sifat-Nya semuanya qadim, karena nama dan sifat itu berdiri atas yang qadim, maka karena itu sekalian sifat Tuhan adalah qadim, tidak berpermulaan adanya.

4. Nahdlatul Wathan Penganut Faham Akhlussunnah wal Jama’ah ‘ala Mazhabil Imamisy                    Syafi’I radiyallahu’anhu

            Faham keagamaan yang dianut Nahdlatul Wathan ditegaskan didalam Anggaran Dasar organisasi ini. Sebelum Muktamar Nahdlatul Wathan ke-8 tahun 1986 Nahdlatul Wathan berasas Islam Akhlussunnah wal Jama’ah ‘ala Mazhabil Imamisy Syafi’I radiyallahu ’anhu. Selanjutnya didalam Muktamar Nahdlatul Wathan ke-8 ditetapkan bahwa Nahdlatul Wathan Beraqidah Islam Aklussunnah wal Jama’ah, dan bertujuan li I’la’I kalimatillah wa ‘izzil Islam wal Muslim, dalam rangka mencapai keselamatan dan kebahagiaan di dunia wal akhirat, sesuai dengan ajaran Islam Akhlussunnah wal Jama’ah ‘ala Mazhabil Imamisy Syafi’I radiyallahu ‘anhu. Hal ini dinyatakan pula dengan tegas didalam Hizib Nahdlatul Wathan susunan Pendiri Nahdlatul Wathan Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid, yang menjadi wirid keluarga besar Nahdlatul Wathan, bahkan dicantumkan dalam permulaan hizib tersebut.

Artinya :

            “ Ya Allah, Ya Hayyu, Ya Qayyum, dengan rahasia “kunfayakun” makmurkanlah Nahdlatul Wathan diniyah Islamiyah berdasarkan Mazhab Ahlussunnah wal Jama’ah sampaikan hari kemudian”.

            Jadi jelaslah bahwa yang menjadi anutan nahdlatul Wathan adalah Mazhab Ahlussunnah wal Jama’ah baik dalam bidang aqidah maupun dalam bidang fiqih. Dalam bidang aqidah Nahdlatul Wathan menganut hasil ijtihad Imam Abul hasan Al Asy’ari dan Imam Abu Manshur Al maturidi. Dalam bidang fiqih atau hukum Islam Nahdlatul Wathan mengikuti hasil ijtihad Imam Syafi’I radiyallahu ‘anhu atau bermazhab Syafi’i.

            Mengapa Nahdlatul Wathan menganut aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah da bermazhab Syafi’I ?, untuk menjawab pertanyaan ini dapat dikemukakan beberapa alas an yaitu :

1.     Sabda Nabi besar Muhammad Saw yang diriwayatkan oleh Muslim dan Al Bukhari fit Tarikhil Kabir, Al Baihaqi fi Syu’abil Imam, Abu Dawud, Ibnu Huzaimah Ibnu Hibban dan lain-lain.

2.     Fakta sejarah menunjukkan bahwa mayoritas ummat islam sedunia dari abad adalah Ahlussunnah wal Jama’ah dan bermazhab dengan salah satu mazhab empat dari sejak lahir mazhab-mazhab itu.

3.     Ummat Islam Indonesia pada pokoknya (aslinya) menganut faham Ahlussunnah wal Jama;ah dan bermazhab Syafi’i.

4.     Imam-imam Huffadhul Hadits yang hafal berates-ratus ribu hadits yang diakui oleh kawan dan lawan akan keimana, ketaqwaan dan keahlian mereka, serta keterangn mereka menjadi pokok dan dasar pegangan ummat Islam sedunia sesudah Al-qur’anul karim, seperti Imam Bukhari, Imam Abu Dawud , Imam At Al Turmuzi, Imam An Nasa’I, Imam Ibnu Majjah, Imam Al Hakim, Imam Al Baihaqi, Imam Ad Darukuthni, dan ratusan Imam Hadits lainnya, semuanya menganut Aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah dan bermazhab, bahkan dengan tegas disebutkan dalam kitab-kitab Ilmu Thabaqatur Rijal seperti Thabaqar As Subki bahwa Imam-imam tersebut adalah bermazhab Syafi’I dan demikian pula ribuan Imam Fiqih, Ushul, Tashauf adalah penganut aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah dan bermazhab.

5.     Jumhur Ulama’ Ushul menandaskan bahwa orang yang belum sampai ilmunya ketingkat mujtahid mutlak wajib bertaklid pada salah satu mazhab empat dalam masalah furu’ syari’at.

6.     Fuqaha Ahlussunnah wal Jama’ah menyatakan bahwa bermazhab bukanlah berarti membuang atau membelakangi Al-Qur’an dan Hadits seperti tuduhan sementara orang. Namun sebaliknya, bermazhab ialah benar-benar mengikuti Al-Qur’an dan Hadits, karena kitab-kitab mazhab itu adalah syarah ( komentar, penjelasan) Al-Qur’an dan Hadits.

7.     Imam Sayuthi yang hidup pada awal abad 10 H terkenal sangat ahli dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan Islam. Karangan beliau kurang lebih 600 buah kitab yang sangat penting dan bernilai tinggi dikalangan ummat Islam. Beliau memperoleh gelar Amirul Mu’minin fil Hadits, raja seluruh ummat Islam dalam ilmu Hadits, karena beliau hafal ratusan ribu hadits. Pernah suatu ketika beliau memperoklamasikan bahwa dirinya telah mencapai tingkat mujtahid dan terlepas dari mazhab yang dianutnya, yaitu mazhab Syafi’i. segeralah beliau diserang oleh para ulama’, faqih, Mufassir, Muhaddits dan ahli Ushul dengan balasan dan dalil yang sangat jitu dan tepat. Akhirnya beliau dengan jujur dan penuh kesadaran mencabut pernyataannya dan kembali bertaqlid serta bermazhab dengan mazhab Syafi’i.

 

 

BAB III

PENUTUP

 

a.     Kesimpulan

Ahlussunnah (Sunni) dapat dibedakan menjadi 2 pengertian, yaitu umum dan khusus. Sunni            dalam pengertian umum adalah lawan dari kelompok syi’ah. Adapun Sunni dalam pengertian khusus adalah lawan dari kelompok mu’tazilah.
Ajaran Ahlusunnah meliputi:
          a. Bahwa sesungguhnya mereka tidak meniadakan sifat-sifat Allah yang telah disifatkan               oleh-Nya, dan tidak mengajukan pertanyaan “bagaimana itu” dan tidak menyamakan                         sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk-Nya.
          b. Bahwa mereka beri’tikad (berkeyakinan) bahwa Allah SWT tidak ada yang melebihi,                     tidak dapat disaingi dan tidak bisa diukur dengan makhluk-Nya.
          c. Dan Alus sunnah mereka tidak menyimpang dari apa yang dibawa para Rasul dari                        hadirat Tuhan seru sekalian alam.
          d. Pendapat dalam penetapan sifat terhadap Allah SWT, bagi Ahlus sunnah, seperti               pendapat mereka tentang dzat Allah yang berbeda dari makhluk-Nya.
          e. Sifat-sifat Allah dalam al-Quran banyak sekali, begitu pula dalam sunnah rasul Saw,                      kesempurnaan-Nya tidak terbatas dan hakikat-Nya tidak bisa dicapai oleh akal manusia.

b. Kritik dan Saran

              Alhamdulillah, dengan terselesaikannya makalah ini, semoga bermanfaat bagi kami (penulis) pada khususnya, dan juga bermanfaat bagi pembaca pada umumnya. Seberapun sempurnanya kami, kami hanyalah manusia ‘awam yang tidak luput dari salah dan khilaf. Maka dari itu, kritik dan saran selalu kami harapkan untuk lebih menyempurnakan hal-hal yang belum sempurna dari kami.


DAFTAR PUSTAKA

 

Drs. H. Abdul Hayyi Nu’man, Drs. Sahafari Asy’ari, Nahdlatul Wathan Organisasi Pendidikan, Sosial dan Dakwah Islamiyah. Penerbit: Pengurus Daerah Nahdlatul Wathan Lombok Timur.

http://dinulislami.blogspot.com/2009/08/khalaf-ahlussunnah.html.v

No comments:

Post a Comment