BAB I
PENDAHULUAN
a.Latar
Belakang
Kelestarian
serta kesinambungan kehidupan sesuatu organisasi sangat ditentukan oleh berapa
banyak kader-kader penerus organisasi
tersebut yang memahami dan menghayati dengan sungguh khittah perjuangan
organisasinya serta menghayati makna dan hakekat perjuangan yang diemban oleh
organisasi tersebut.
Loyalitas,
aktivitas serta kwalitas pengabdian yang diberikan dan ditunjukkan para kader,
akan memberikan dampak kepada keutuhan eksistensi organisasi tersebut di
tengah-tengah masyarakat.
Berangkat
dari hal tersebut, maka dalam upaya meneruskan kader-kader penerus perjuangan
Nahdlatul Wathan yang memiliki dedikasi dan militansi tinggi serta wawasan dan
pemahaman utuh tentang Nahdlatul Wathan, mutlak perlu ditanamkan jiwa dan
semangat Nahdlatul Wathan kepada segenap pelajar, mahasiswa dan seluruh
generasi penerus.
Jadi
jelaslah bahwa dalam meletakkan dasar-dasar keyakinan akan kebenaran perjuangan
Nahdlatul Wathan dikalangan pelajar, mahasiswa dan Nahdlatul Wathan dipandang
perlu untuk lebih dini membentengi mereka dari rong-rongan dari berbagai macam
faham dan pendapat serta idiologi luar yang diakhir-akhir ini makin deras
mengalir sejalan dengan makin banyaknya pendapat dan faham baik yang bersifat
perorangan maupun kelompok yang berkembang dewasa ini.
Sebagai
langkah awal dan merupakan salah satu upaya yang harus ditempuh dan dilakukan
adalah memberikan pelajaran ke-NW-an dengan maksud agar setiap pelajar dan
mahasiswa Nahdlatul Wathan tumbuh dan berkembang dengan identitas, keyakinan
dan keperibadian Nahdlatul Wathan dimanapun ia berada. Sebab dalam
keperibadiannya yang terbentuk sejak awal itu terkandung dan tercermin
ajaran-ajaran dan nilai-nilai Islam Ahlussunnah wl Jama’ah a’la Mazhabil
Imamisyi Syafi’i r.a.
Sesuai
dengan cita-cita pendiri Nahdlatul Wathan setiap warga Nahdlatul Wathan
dituntut untuk untuk menghayati dan mengamalkan ajaran Islam Ahlussunnah wal
Jama’ah a’la Mazhabil Imamisy Syafi’I r.a, maka keperibadian setiap warga
Nahdlatul Wathan hendaklah berisi keyakinan akan kebenaran perjuangan Nahdlatul
Wathan yang bermuara pada iman dan taqwa.
Keyakinan
di sini adalah keyakinan yang menjadi bagian dari keperibadian, bukan keyakinan
yang hanya diucapkan dengan lisan saja.
Untuk
itulah, maka pelajaran ke-NW-an disamping diberikan di
madrasah-madrasah/sekolah-sekolah Nahdlatul Wathan, juga hendaknya ditanamkan
di dalam jiwa anak sejak dari keluarga, agar mereka menjadi kader-kader penerus
yang setia dan memiliki loyalitas tinggi kepada organisasi dan pendirinya dan
berjuang dengan jiwa ikhlas dan istiqamah.
Terwujudnya
sikap dan perilaku seperti seperti inilah yang dituju serta yang diharapkan
oleh amanat Muktamar Nahdlatul wathan ke-VIII yang disampaikan oleh pendiri
Nahdlatul Wathan sebagai Ro’is ‘Am Dewan Mustasyar PB NW dan juga menjadi
keputusan Muktamar Nahdlatul Wathan ke-VIII yaitu”menanamkan doktrin
Ahlussunnah wal Jama’ah dalam aqidah dan Mazhab syafi’i dalam Fiqih” kepada
warga Nahdlatul wathan dan kaum muslimin pada umumnya dengan salah satu jalur
yaitu, pelajaran ke-NW-an pada semua lembaga pendidikan Nahdlatul Wathan dari
Taman Kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi, dan mengusahakan adanya buku
pedoman pelajaran ke-NW-an untuk masing-masing tingkat.
b. Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari Ahlussunnah wal Jama’ah?
2.
Bagaimana perkembangan Ahlussunnah wal Jama’ah dari masa ke masa?
3.
Apa saja pokok-pokok I’tihad kaum Ahlussunnah wal jama’ah?
4.
Mengapa Nahdlatul Wathan menganut faham Ahlussunnah wal Jama’ah ‘ala Mazhabil
Imamisy Syafi’I radiyallahu ‘anhu?
c.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian Ahlussunnah wal Jama’ah
2.
Untuk mengetahui bagaimana perkembangan Ahlussunnah wal Jama’ah dari masa ke
masa
3.
Untuk mengetahui I’tihad kaum Ahlussunnah wal Jama’ah
4.
Untuk mengetahui mengapa Nahdlatul Wathan menganut faham Ahlussunnah wal
jama’ah ‘ala Mazhabil imamisy Syafi’I radiyallahu ‘anhu
BAB II
PEMBAHASAN
1.Pengertian Ahlussunnah Wal
Jama’ah
“Ahlussunnah”
berarti penganut sunnah Nabi Muhammad saw. “Wal Jama’ah” berarti penganut
I’tiqad jama’ah sahabat Nabi.
Kaum
Ahlussunnah Wal Jama’ah adalah kaum yang menganut I’tiqad yang dianut Nabi
Muhammad saw. dan para sahabat beliau.
I’tiqad
Nabi dan para sahabat itu sudah termakruh dalam Al-qur’an dan sunnah Rasul
secara terpencar belum tersusun secara rapi dan teratur. I’tiqad itu kemudian
dihimpun dan dirumuskan dengan rapi oleh seirang ulama’ besar dibidang
ushuluddin, yaitu Iman Abul Hasan ‘Ali Al Asy’ari. Ulama’ besar ini dilahirkan
di kota Bashrah, Iraq dan tahun260 H/873 M, dan meninggal dunia di kota itu
juga pada tahun 324 H/935 M, dalam usia 64 tahun.
Karena
I’tiqad Ahlussunnah wal Jama’ah ini dihimpun dan dirumuskan oleh Imam Abul
Hasan ‘Ali Al Asy’ari maka ada yang menyebut kaum Ahlussunnah wal Jama’ah
dengan “Al Asy’ariah”, jama’ dari Asy’ari, yaitu pengikut-pengikut Iman Abul
Hasan ‘ Ali Al Asy’ari.
Ada
juga dijumpai perkataan “Sunni” kependekan Ahlussunnah wal Jama’ah.
Orang-orangnya disebut “Sunniyun”.
Adapun
tokoh kedua dari I’tiqad Ahlussunnah wal Jama’ah ialah Abu manshur Al Maturidi.
Faham dan I’tiqadnya sama atau hamper sama dengan faham lahir di desa Maturid,
Smarqand (termasuk daerah Uzbekistan Soviet sekarang) kira-kira pada
pertengahan abad ke-3 H dan meninggal di Samarqand tahun 332 H/944 M, 9 tahun
sesudah wafatnya Imam Abul Hasan ‘Ali Al Asy’ari.
Kedua
tokoh tersebut di atas adalah sebagai penggali, perumus, penyiar sekaligus
mempertahankan apa yang sudah termaktub dalam Al-qur’an dan Hadist, dan sudah
dii’tiqadkan oleh Nabi Muhammad saw, serta sahabat-sahabat beliau.
Dalam
kitab “Ithafu Sadatil Muttaqin” yang dikarang oleh Imam Muhammad bin Muhammad
Al Husni Az Zabidi, yaitu syarahkitab “Ihya Ulumuddin” karangan imam Gazali,
ditegaskan sebagai berikut:
“Apabila
disebut kaum Ahlussunnah wal Jama’ah, maka maksudnya adalah orang-orang yang
mengikuti rumusan (faham) Asy’ari dan faham Abu Manshur Al Maturidi.
2. Perkembangan Ahlussunnah wal
Jama’ah dari Masa ke-Masa
Didalam sejarah islam tercatatlah
berbagai firqah atau golongan yang berfaham sangat bertentangan dengan I’tiqad
Ahlussunnah wal Jama’ah hal ini sudah disinyalir oleh Nabi Muhammad saw.
sabdanya:
“Barang siapa yang masih hidup
diantara kamu sesudahku, niscaya akan melihat perselisihan (faham) yang banyak.
Ketika itu peganglah sunnahku dan sunnah khulafa’urrasyidin yang dianugerahi
petunjuk. Pegang teguhlah itu dan gigitlah dengan gerahammu. (Hadits riwayat
Ibnu Majah).
Mengenai berbagai firqah yang
bertentangan dengan Ahlussunnah wal Jama’ah telh dikabarkan oleh Nabi Muhammad
saw. secara mu’jizat. Kabar itu tentu diterima dari Tuhan. Hadits Nabi
mengatakan:
“Demi Tuhan yang jiwa Muhammad
berada dalam genggaman kekuasaan-Nya, akan berpecah belah umatku menjadi 73
firqah, satu masuk surge dan tujuh puluh dua masuk neraka”. Bertanya para
sahabat : “Siapakah firqah (yang masuk surga) itu, ya Rasulullah ?”, Nabi
menjawab : “Ahlussunnah wal Jama’ah” ( Hadits riwayat Imam Thabrani).
Setelah Nabi Muhammad saw. Wafat
muncullah firqah-firqah atau golongan-golongan yang sesat itu. Jumlahnya 72
firqah. Di dalam kitab “Bughyatul Mustarsyidin” karangan Mufti Syaikh Sayid
Abdur rahman bin Muhammad bin Husain bin Umar yang terkenal dengan gelar
“Ba-Alawi” ditegaskan bahwa 72 firqah yang sesat itu berpokok pada 7 firqah,
yaitu :
1. Kaum
syi’ah, yaitu kaum yang berlebih-lebihan memuja Sayyidina Ali
karramallahuwajhahu. Mereka tidak mengakui khalifah-khalifah Abu Bakar, Umar
dan Utsman radiiyallahu ‘anhum. Kaum syi’ah kemudian berpecahmenjadi 22 aliran.
2. Kaum
Khawarij, yaitu kaum yang berlebih-lebihan membenci Sayyidina Ali. Firqah ini
berfatwa bahwa orang-orang yang membuat dosa besar menjadi kafir. Kaum khawarij
kemudian berpecah menjadi 20 aliran.
3. Kaum
Mu’tazilah, yaitu kaum yang berfaham bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat, bahwa
manusia membuat pekerjaannya sendiri, bahwa Tuhan tidak bisa dilihat dengan
mata dalam surge, bahwa orang yang mengerjakan dosa besar diletakkan di antara
dua tempat, dan mi’raj Nabi Muhammad saw hanya dengan ruh saja, dan lain-lain.
Kaum mu’tazilah berpecah menjadi 20 aliran.
4. Kaum
Murji’ah, yaitu kaum yang memfatwakan bahwa membuat ma’siat (kedurhakaan) tidak
member mudarat kalau sudah beriman, sebagaimana halnya membuat kebajikan tidak
member manfaat kalau kafir. Kaum Murji’ah berpecah menjadi 5 aliran.
5. Kaum
Najariyah, yaitu kaum yang memfatwakan bahwa perbuatan manusia adalah makhluk,
yakni dijadika Tuhan, tetapi mereka berpendapat bahwa sifat Tuhan tidak ada.
Kaum Najariyah pecah menjadi 3 aliran.
6. Kaum
Jabariyah, yaitu kaum yang memfatwakan bahwa manusia “majbur”, artinya tidak
berdaya apa-apa. Kasab atau usaha tidak ada sama sekali. Kaum ini hanya satu
aliran.
7. Kaum
Musyabbihah, yaitu kaum yang memfatwakan bahwa ada keserupaan Tuhan dengan
manusia, umpamanya bertangan, berkaki, duduk di kursi, naik tangga, kaum ini
hanya satu aliran saja.
Jadi,
jumlahnya adalah 72 aliran.
Kalau
ditambah dengan satu aliran lagi yaitu faham Ahlussunnah wal Jama’ah, maka
cukuplah 73 firqah, sebagai yang diterangkan oleh Nabi Muhammad saw, dalam
hadits yang diriwayatkan Imam Thabrani.
Demikian kitab Bughyatul
Mustarsyidin.
Adapun
kaum qadariyah termasuk golongan kaum Mu’tazilah; kaum bhaiyah dan Ahmadiyah
termasuk golongan kaum syi’ah; kaum Ibnu Taimiyah termasuk golongan kaum
Musyabbihah; dan kaum Wahabi termasuk kaum pelaksana faham Ibnu Taimiyah.
Di
tengah-tengah arus aneka macam golongan yang sesat lagi menyesatka itu,
golongan Ahlussunnah wal Jama’ah tetap tegak dan tegar bagaikan karang ditengah
samudera, apalagi setelah tampilnya dua Imam perumus, penyiar dan pembela
I’tiqad Ahlussunnah wal Jama’ah pada akhir abad ke-3 H, yaitu Imam Abul Hasan
Al Asy’ari dan Imam Abu Manshur Al Maturidi, beliau berdua sebagai pendekar
ulama’ besar pada masanya tetap berdiri tegak membela ajaran-ajaran Rasulullah
dan Sahabat-sahabat beliau, meluruskan I’tiqad yang menyeleweng yang
dibuat-buat oleh berbaagai firqah yang sesat itu.
Munculnya
kedua Imam besar pembela I’tiqad Ahlussunnah wal Jama’ah itu membawa angin
segar dikalangan dunia Islam. Imam Abu Hasan Ali Asy’ari yang bermazhab Safi’I
dibidang fiqih dan Imam Abu Manshur Al Maturidi yang bermazhab Hanafi dibidang
fiqih pula, berdiri tegak dengan keyakinannya, membel I’tiqad Ahlussunnah wal
Jama’ah denga gigih dan perkasa.
Imam
Abul Hasan Al Asy’ari dalam menegakkan I’tiqad Ahlussunnah wal Jama’ah
mempergunakan dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadits dan juga pertimbangan akal
fikiran.
Pada abad-abad berikutnya muncullah
ulama’-ulama’ besar kaum Ahlussunnah wal Jama’ah yang menyebarluaskan fatwa
Imam Abul Hasan Al Asy’ari, diantaranya:
1. Imam
Abu Bakar Al Qaffal (wafat 365 H)
2. Imam
Abu Ishaq Al Asfaraini (wafat 411 H)
3. Imam
Al Hafizh Al Baihaqi (wafat 458 H)
4. Imamul
Haramain Al Juwaini (wafat 460 H)
5. Imam
Al Qasim Al Qusyairi (wafat 465 H)
6. Imam
Al Baqillani (wafat 403 H)
7. Imam
Al Ghazali ( wafat 505 H)
8. Imam
Fahruddin Ar Razi (wafat 606 H)
9. Imam
Izzuddin bin Abdussalam (wafat 660 H)
Kemudian
pada abad-abad selanjutnya banyak muncul ulama’ pendekar, penyiar dan pembela
faham Ahlussunnah wal Jama’ah di seluruh dunia islam, diantaranya :
1. Syaikhul
Islam Syaikh Abdullah Asy Syarqawi (wafat 1227 H) pengarang kitab Tauhid yang
terkenal dengan nama Kitab Syarqawi.
2. Syaikh
Ibrahim Al Bajuri (wafat 1272 H), pengarang Kitab Tauhid “Tahqiqul Maqam fi
Kifayatil ‘Awam” dan kitab “Tuhfatul Murid ‘Ala Jauharatit Tauhid”
3. Al
‘Allamah Syaikh Muhammad Nawawi Banten, seorang ulama’ Indonesia yang mengarang
kitab Tauhid “Tijanud Darari” (wafat 1315 H).
4. Syaikh
Zainal Abidin bin Muhammad Al Fathani yang mengarang kitab Tauhid bernama
“Aqidatun Najin fi Ushuliddin”.
5. Syaikh
Husain bin Muhammad Al Jasar At Thalabisi pengarang kitab Tauhid “Hushunul
Hamidiyah”. Dan lain-lain.
Sebagaimana
hanya Imam Abul Hasan Al Asy’ari Imam Abu Manshur Al Maturidi juga sangat besar
jasanya dalam menghimpun, merinci dan mempertahankan serta menyebarkan I’tiqad
Ahlussunnah wal Jama’ah. Karena jasa yang demikian besar dari kedua Imam
tersebut dalam menegakkan I’tiqad Ahlussunnah wal jama’ah, maka mereka disebut
sebagai pembangun Mazhab Ahlussunnah wal Jama’ah.
Perlu diketahui
bahwa pada umumnya dunia Islam menganggap bahwa yang benar dalam furu’ Syari’ah
(fiqih) adalah fatwa Imam-Imam Hanafi, Maliki Syafi’I dan Hambali; dan dalam
Ushuluddin yang benar dan sesuai dengan Alqur’an dan Al Hadits ialah apa yang
dirumuskan oleh Imam Abul Hasan Al Asy’ari dan Imam Abu Manshur Al Maturidi.
Mayoritas kaum
muslimin diseluruh dunia sampai sekarang ini adalah penganut dan pendukung
faham Ahlussunnah wal Jama’ah dalam I’tiqad dan furu’syari’ah.
3. Pokok-pokok I’tiqad Kaum
Ahlussunnah wal Jama’ah
1. Iman
ialah mengikrarkan dengan lisan dan membenarkan dengan hati. Iman yang sempurna ialah mengikrarkan dengan lisan,
membenarkan dengan hati dan mengerjakan dengan anggota.
2. Tuhan
itu ada, namanya Allah. Dan ada 99 nama Allah
3. Tuhan
mempunyai sifat banyak sekali, yang boleh disimpulkan perkataan : Tuhan
mempunyai sifat-sifat Jalal (kebesaran), Jamal (keindahan) dan Kamal
(kesempurnaan).
4. Sifat
yang wajib diketahui oleh sekalian mukmin yang baligh berakal adalah 20 sifat;
20 sifat yang wajib ada bagi-Nya dan mustahil (tidak mungkin) ada bagi-Nya.
5. Sifat
yang harus bagi Allah hanyalah satu yaitu Ia boleh memperbuat dan boleh pula
tidak memperbuat.
6. Wajib
dipercayai bahwa Malaikat ada, mereka banyak. Tetapi yang wajib dipercayai
secara terperinci hanyalah 10 orang saja.
7. Wajib
dipercayai adanya kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada Rasul-rasulNya untuk
disampaikan kepada umamatnya. Kitab-kitab itu banyak, tetapi yang wajib
diketahui secara terperinci adalah 4 :
1. Kitab
taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa a.s
2. Kitab
zabur yang diturunkan kapada Nabi Daud a.s
3. Kitab
Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa a.s
4. Kitab
Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw
8. Kaum
Akhlussunnah wal Jama’ah mempercayai sekalian Rasul-rasul yang diutus Allah
kepada manusia, mereka banyak, ada yang diterangkan oleh Allah kepada kita dan
ada pula yang tidak diterangkan. Tetapi yang wajib diketahui secara terperinci
adalah 25 rasul yang dinyatakan dalam Al-Qur’an. Baika juga dijelaskan secara
pendek perbedaan antara Nabi dan Rasul. Nabi ialah orang yang diberi wahyu oleh
Tuhan, tetapi tidak disuruh untuk menyampaikan wahyu itu kepada manusia, sedang
Rasul ialah Nabi yang diberi wahyu oleh Tuhan dan ia diperintahkan untuk
menyampaikan wahyu itu kepada manusia. Jadi, seorang Nabi belum tentu menjadi
Rasul, tetapi seorang Rasul mesti menjadi Nabi lebih dahulu. 25 orang ini
adalah Nabi dan juga Rasul menurut faham kaum Akhlussunnah wal Jama’ah.
9. Setiap
orang islam wajib mempercayai adanya hari akhirat.
10. Kaum
Akhlussunnah wal Jama’ah mempercayai adanya Qadla dan Qadar yaitu takdir ilahi.
11. Tuhan
bersama nama-Nya dan sifat-Nya semuanya qadim, karena nama dan sifat itu
berdiri atas yang qadim, maka karena itu sekalian sifat Tuhan adalah qadim,
tidak berpermulaan adanya.
4. Nahdlatul Wathan Penganut Faham
Akhlussunnah wal Jama’ah ‘ala Mazhabil Imamisy Syafi’I
radiyallahu’anhu
Faham keagamaan yang dianut Nahdlatul
Wathan ditegaskan didalam Anggaran Dasar organisasi ini. Sebelum Muktamar
Nahdlatul Wathan ke-8 tahun 1986 Nahdlatul Wathan berasas Islam Akhlussunnah
wal Jama’ah ‘ala Mazhabil Imamisy Syafi’I radiyallahu ’anhu. Selanjutnya
didalam Muktamar Nahdlatul Wathan ke-8 ditetapkan bahwa Nahdlatul Wathan
Beraqidah Islam Aklussunnah wal Jama’ah, dan bertujuan li I’la’I kalimatillah
wa ‘izzil Islam wal Muslim, dalam rangka mencapai keselamatan dan kebahagiaan
di dunia wal akhirat, sesuai dengan ajaran Islam Akhlussunnah wal Jama’ah ‘ala
Mazhabil Imamisy Syafi’I radiyallahu ‘anhu. Hal ini dinyatakan pula dengan
tegas didalam Hizib Nahdlatul Wathan susunan Pendiri Nahdlatul Wathan Tuan Guru
Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid, yang menjadi wirid keluarga besar
Nahdlatul Wathan, bahkan dicantumkan dalam permulaan hizib tersebut.
Artinya
:
“ Ya Allah, Ya Hayyu, Ya Qayyum,
dengan rahasia “kunfayakun” makmurkanlah Nahdlatul Wathan diniyah Islamiyah
berdasarkan Mazhab Ahlussunnah wal Jama’ah sampaikan hari kemudian”.
Jadi jelaslah bahwa yang menjadi
anutan nahdlatul Wathan adalah Mazhab Ahlussunnah wal Jama’ah baik dalam bidang
aqidah maupun dalam bidang fiqih. Dalam bidang aqidah Nahdlatul Wathan menganut
hasil ijtihad Imam Abul hasan Al Asy’ari dan Imam Abu Manshur Al maturidi.
Dalam bidang fiqih atau hukum Islam Nahdlatul Wathan mengikuti hasil ijtihad
Imam Syafi’I radiyallahu ‘anhu atau bermazhab Syafi’i.
Mengapa Nahdlatul Wathan menganut
aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah da bermazhab Syafi’I ?, untuk menjawab pertanyaan
ini dapat dikemukakan beberapa alas an yaitu :
1. Sabda
Nabi besar Muhammad Saw yang diriwayatkan oleh Muslim dan Al Bukhari fit
Tarikhil Kabir, Al Baihaqi fi Syu’abil Imam, Abu Dawud, Ibnu Huzaimah Ibnu
Hibban dan lain-lain.
2. Fakta
sejarah menunjukkan bahwa mayoritas ummat islam sedunia dari abad adalah
Ahlussunnah wal Jama’ah dan bermazhab dengan salah satu mazhab empat dari sejak
lahir mazhab-mazhab itu.
3. Ummat
Islam Indonesia pada pokoknya (aslinya) menganut faham Ahlussunnah wal Jama;ah
dan bermazhab Syafi’i.
4. Imam-imam
Huffadhul Hadits yang hafal berates-ratus ribu hadits yang diakui oleh kawan
dan lawan akan keimana, ketaqwaan dan keahlian mereka, serta keterangn mereka
menjadi pokok dan dasar pegangan ummat Islam sedunia sesudah Al-qur’anul karim,
seperti Imam Bukhari, Imam Abu Dawud , Imam At Al Turmuzi, Imam An Nasa’I, Imam
Ibnu Majjah, Imam Al Hakim, Imam Al Baihaqi, Imam Ad Darukuthni, dan ratusan
Imam Hadits lainnya, semuanya menganut Aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah dan
bermazhab, bahkan dengan tegas disebutkan dalam kitab-kitab Ilmu Thabaqatur
Rijal seperti Thabaqar As Subki bahwa Imam-imam tersebut adalah bermazhab
Syafi’I dan demikian pula ribuan Imam Fiqih, Ushul, Tashauf adalah penganut
aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah dan bermazhab.
5. Jumhur
Ulama’ Ushul menandaskan bahwa orang yang belum sampai ilmunya ketingkat
mujtahid mutlak wajib bertaklid pada salah satu mazhab empat dalam masalah
furu’ syari’at.
6. Fuqaha
Ahlussunnah wal Jama’ah menyatakan bahwa bermazhab bukanlah berarti membuang
atau membelakangi Al-Qur’an dan Hadits seperti tuduhan sementara orang. Namun
sebaliknya, bermazhab ialah benar-benar mengikuti Al-Qur’an dan Hadits, karena
kitab-kitab mazhab itu adalah syarah ( komentar, penjelasan) Al-Qur’an dan
Hadits.
7. Imam
Sayuthi yang hidup pada awal abad 10 H terkenal sangat ahli dalam berbagai
disiplin ilmu pengetahuan Islam. Karangan beliau kurang lebih 600 buah kitab
yang sangat penting dan bernilai tinggi dikalangan ummat Islam. Beliau
memperoleh gelar Amirul Mu’minin fil Hadits, raja seluruh ummat Islam dalam
ilmu Hadits, karena beliau hafal ratusan ribu hadits. Pernah suatu ketika
beliau memperoklamasikan bahwa dirinya telah mencapai tingkat mujtahid dan
terlepas dari mazhab yang dianutnya, yaitu mazhab Syafi’i. segeralah beliau
diserang oleh para ulama’, faqih, Mufassir, Muhaddits dan ahli Ushul dengan
balasan dan dalil yang sangat jitu dan tepat. Akhirnya beliau dengan jujur dan
penuh kesadaran mencabut pernyataannya dan kembali bertaqlid serta bermazhab
dengan mazhab Syafi’i.
BAB III
PENUTUP
a.
Kesimpulan
Ahlussunnah (Sunni) dapat dibedakan
menjadi 2 pengertian, yaitu umum dan khusus. Sunni dalam pengertian umum adalah lawan
dari kelompok syi’ah. Adapun Sunni dalam pengertian khusus adalah lawan dari
kelompok mu’tazilah.
Ajaran Ahlusunnah meliputi:
a. Bahwa sesungguhnya mereka
tidak meniadakan sifat-sifat Allah yang telah disifatkan oleh-Nya, dan
tidak mengajukan pertanyaan “bagaimana itu” dan tidak menyamakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat
makhluk-Nya.
b. Bahwa mereka beri’tikad
(berkeyakinan) bahwa Allah SWT tidak ada yang melebihi, tidak
dapat disaingi dan tidak bisa diukur dengan makhluk-Nya.
c. Dan Alus sunnah mereka tidak
menyimpang dari apa yang dibawa para Rasul dari
hadirat Tuhan seru sekalian alam.
d. Pendapat dalam penetapan
sifat terhadap Allah SWT, bagi Ahlus sunnah, seperti pendapat mereka
tentang dzat Allah yang berbeda dari makhluk-Nya.
e. Sifat-sifat Allah dalam
al-Quran banyak sekali, begitu pula dalam sunnah rasul Saw, kesempurnaan-Nya tidak terbatas dan
hakikat-Nya tidak bisa dicapai oleh akal manusia.
b. Kritik dan Saran
Alhamdulillah, dengan
terselesaikannya makalah ini, semoga bermanfaat bagi kami (penulis) pada
khususnya, dan juga bermanfaat bagi pembaca pada umumnya. Seberapun sempurnanya
kami, kami hanyalah manusia ‘awam yang tidak luput dari salah dan khilaf. Maka dari
itu, kritik dan saran selalu kami harapkan untuk lebih menyempurnakan hal-hal
yang belum sempurna dari kami.
DAFTAR PUSTAKA
Drs.
H. Abdul Hayyi Nu’man, Drs. Sahafari Asy’ari, Nahdlatul Wathan Organisasi Pendidikan, Sosial dan Dakwah Islamiyah.
Penerbit: Pengurus Daerah Nahdlatul Wathan Lombok Timur.
http://dinulislami.blogspot.com/2009/08/khalaf-ahlussunnah.html.v
No comments:
Post a Comment